Dalam Islam, menisbatkan atau menyandarkan nasab (garis keturunan) kepada selain ayah kandung adalah perbuatan yang dilarang.
Allah ﷻ telah memberikan aturan ini untuk menjaga kehormatan dan kebenaran dalam hubungan keluarga.
Dari sahabat ‘Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu,
Nabi Muhammad ﷺ bersabda
وَمَنِ ادَّعَى إِلَى غَيْرِ أَبِيهِ، أَوِ انْتَمَى إِلَى غَيْرِ مَوَالِيهِ، فَعَلَيْهِ لَعْنَةُ اللهِ وَالْمَلَائِكَةِ وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ، لَا يَقْبَلُ اللهُ مِنْهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ صَرْفًا، وَلَا عَدْلًا
“Siapa saja yang mengaku sebagai anak kepada selain bapaknya atau menisbatkan dirinya kepada yang bukan walinya, maka baginya laknat Allah, malaikat, dan seluruh manusia.
Pada hari kiamat nanti, Allah tidak akan menerima darinya ibadah yang wajib maupun yang sunnah.”
(HR Muslim 3314 dan 3373)
Mengapa hal ini begitu ditekankan, karena menisbatkan nasab kepada orang lain selain ayah kandung berarti merusak kejelasan keturunan dan melanggar hak ayah kandung yang sebenarnya.
Islam sangat menghargai kejelasan nasab untuk menjaga keutuhan dan kehormatan keluarga.
Allah ﷻ berfirman
اُدْعُوْهُمْ لِاٰبَاۤىِٕهِمْ هُوَ اَقْسَطُ عِنْدَ اللّٰهِ
“Panggilah mereka (anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak mereka. Itulah yang adil di sisi Allah.”
(QS Al-Aḥzāb [33]: 5)
Semoga Allah ﷻ senantiasa membimbing kita untuk menjaga kejujuran dalam nasab dan keluarga, serta melindungi kita dari perbuatan yang dilarang.
Mari saling mengingatkan dan menjalankan syariat dengan penuh kesadaran. Allahumma aamiin.
Allahu Ta’ala a'lam bishawab.
No comments:
Post a Comment